Cerita Humor Santri Bandel, Karena Semua Milik Allah| Dongeng Anak Terbaru
FB: Kang Santri Bahlul |
Hal tersebut tak di herankan.. karena sebuah pesantren juga
memiliki julukan “penjara suci”. Di mana orang-orang yang masuk ke sana akan di isolasi dari dunia luar dan pengaruh
buruk dunia luar, untuk di perbaiki dan di isi dengan ilmu-ilmu agama dan di
ajari tentang sopan santun dan juga tata karma. Baik tata karma terhadap orang
tua, keluarga, dan juga dalam bermasyarakat. Dan jangan anggap semua yang ada
di pesantren itu pasti orang-orang baik dan alim, karena adakalanya sebagaimana
sebuah penjara.. pesantren kadang juga di gunakan sebagai “bengkel” yang di
gunakan para orang tua untuk memperbaiki kenakalan anak yang sekiranya mereka
sendiri sudah kehabisan akal untuk menasehatinya. Tapi tetap ada cerita lucu yang terjadi di pesantren, dan ini adalah salah satunya.
Nah, pada waktu itu hari kamis pagi. Seperti biasa tiap hari
kamis pagi ada kultum yang di bawakan oleh pak yai atau biasa di panggil para
santri dengan sebutan Abah. Kultum ini sifatnya umum. Artinya di peruntukan
untuk semua kalangan santri tanpa memandang kelas dan tingkat pelajaranya.
Karena pada kultum biasanya berisi tentang pesan-pesan tausiyah, bukan tentang
pelajaran tertentu yang lebih husus, seperti nahwu, shorof, tafsir qur’an, atau
ilmu fiqh yang di sesuakan dengan tingkat dan kelas sebagaimana sekolah.
Seperti biasa, selalu ada tiga santri ndablek(bandel) yang
pasti datang belakangan. Biasanya mereka baru datang setelah di “razia” oleh
para pengurus karena bersembunyi menghindar dari ikut ngaji kultum. Ada yang
sembunyi di WC, dapur, atau bahkanada pula santri pura-pura masak atau nyuci. Tapi yang namanya pengurus
pondok sudah hapal betul akan siasat seperti itu. Dan tentunya sudah hapal pula
tempat persembunyian dan “pelarian” para santri bandel ini. Dan yang biasa
menjadi langganan dan mendapat predikat santri “ndablek” level atas adalah tiga
orang yang baru dating tadi, yaitu kang bahlul, kamso, dan sodrun.
Dan Abah juga sangat hapal dengan wajah-wajah santri
‘’ternama” ini.
“Haduh.. kalian lagi.. kalian lagi.. apa kalian gak bosan
main kucing-kucingan terus sama pengurus”. Kata Abah.
Dan kang bahlul dkk tahu bahwa yang di maksud abah adalah
mereka, mereka hanya bias tertunduk tak berani menjawab ataupun memandang abah.
Kultum kemudian di mulai. Para santri terlihat mendengarkan tausiyah yang di
sampaikan abah dengan serius dan seksama, tak terkecuali kang bahlu, kamso, dan
badrun. Mereka juga terlihat husyuk atau mungkin pura-pura husyuk dalam
mendengarkan tausiyah yang di sampaikan.
“Nah intinya dari semua yang telah saya sampaikan tadi..
jangan terlalu berat akan dunia. Belajarlah ikhlas akan segala hal. Jika kau
kehilangan sesuatu, atau kau ingin memberikan sesuatu, maka kau harus ikhlas.
Karena kita harus sadar, bahwa segala sesuatu di dunia ini bukan milik kita.
Semua milik Allah, dan dia hanya menitipkanya saja kepada kita. Lalu ketika hal
tersebut hilang, kita juga harus ikhlas. Karena pada dasarnya semua milik
Allah, dan Allah juga berhak mengambilnya kembali jika DIA ingin. Faham
semua?”. Kata abah.
“Faham yaiiiiiii..”. jawab para santri serentak.
“cukup sekian untuk kultum kali ini. Mari kita tutup dengan
membaca al-hamdulillah dan do’a bersama. Wabillahit taufiq wal hidayah,
wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh..”. kata abah menutup kultum pagi
itu. Dan para santri serentak menjawab dengan salam.
Al-kisah.. abah memiliki sebuah pohon jambu yang selalu
dirawatnya dengan baik. Pohon jambu itu adalah kesayangan abah, karena buahnya
sangat manis dan besar-besar. Pohon yang terletak di belakang rumah abah itu
tak pernah ada santri yang berani mengambil buahnya, karena mereka tahu itu
adalah pohon yang di sayangi oleh kyai mereka. Malam itu kang bahlul, kamso,
dan badrun sedang asik bercengkrama dan bercanda di depan komplek. Karena malam
jum’at, mereka tidak memiliki kegiatan. Karena rutinitas ngaji libur di malam
jum’at. Hanya beberapa yang mengisinya dengan belajar dan membaca al-qur’an di
kamar, selainya biasanya menghabiskan waktu dengan bersantai untuk mendinginkan
otak dari rutinitas pondok.
“Kam, kamu ada duit tidak?”. Tanya kang bahlul pada kamso.
“Wah.. uang ku juga sudah mulai nipis lul, Tanya sama si
badrun.. mungkin dananya sudah cair dapet kiriman”. Jawab kamso. Dan badrun
yang merasa diriny di tuju hanya mengangkat bahu, tanda dia pun sama tak punya
uang.
“Aduh, perut ku lapar nih brow, mau ikut aku gak cari makanan?”. Tanya kang bahlul pada dua temanya.
“Weh.. uang aja gak punya lul, mau nyari makanan pakai
apa?”. Sanggah badrun.
“Kita petik jambu di belakang rumahnya abah yuk..”. ajak
kang bahlul.
“Wah.. wah.. wah.. kamu ini cari perkara ya lul? Mau di
marahin sama abah?”. Kata kamso.
“Sudahlah santai saja.. abah gak bakalan marah. Kalau kalian
tak berani manjat, nanti biar aku yang manjat. Kalian ngantar aku aja nunggu di
bawah. Kalau ada apa-apa, biar aku yang nanggung”. Kata kang bahlul meyakinkan
kedua temanya.
Ahirnya karena begitu hebatnya rayuan kang bahlul, kamso dan
badrun pun ahirnya nurut. Mereka menuju pohon jambu di belakang rumah abah.
Sebagai mana kesepakatan, kang bahlul yang manjat pohon jambu. Sedangkan kamso
dan badrun hanya menunggu di bawah. Ternyata abah mendengar akan keberadaan
mereka. Karena merasa penasaran siapa yang malam-malam begini ada di belakang
rumahnya, abah pun keluar untuk melihatnya dan berniat menegur. Begitu abah
melihat ada tiga santri “tersohor” sedang asik memetik buah jambu kesayanganya,
abah pun menghampiri mereka dan berniat untuk memarahinya.
“Hai.. sedang apa kalian malam-malam di sini? Mau nyolong
jambu ya?”. Tegur abah.
Kontan saja kamso dan badrun di buat terkejut karena mereka
tak menyadari kedatangan abah, tak terkecuali kang bahlul. Tapi bukan kang
bahlul namanya kalau tidak mengeluarkan ilmu “mbondet” alias ilmu ruwet
meruwetkan. Hehehe.. dengan berusaha santai, kang bahlul pun menjawab..
“Ma’af bah, saya tidak mencuri, tapi minta..”. jawab kang
bahlul.
“Minta? Memangnya kamu sudah bilang sama pemiliknya? Ini kan
pohon jambu punya saya, kamu belum minta izin sama saya”. Kata abah berusaha
sabar.
“Eh.. abah salah.. sangat.. sangat salah.. segera bertaubat
bah.. ingat pada yang maha kuasa..”. kata kang bahlul.
“Apa maksud mu lul?”. Tanya abah yang di buat bingung oleh
kang bahlul.
“Sebagai mana yang abah sampaikan tadi pagi, segala hal didunia ini adalah milik Allah, kita manusia hany di titipi. Nah termasuk jambu
ini juga milik Allah, saya tadi sudah minta izin sama Allah. Kenapa abah
marah-marah?”. Jawab kang bahlul.
“Astaghfirullah al-‘adzim..”. kata abah sambil menahan
amarahnya. Ternyata kini dia termakan oleh tausiyah yang di sampaiaknya
sendiri, meski cara penggunaanya kurang tepat. Tapi abah sadar, apa yang di
sampaiakan oleh kang bahlul itu memang benar. Dan ahirnya abah diam dan
meninggalkan kang bahlul dkk begitu saja tanpa sepatah kata pun.
Ternyata kediaman abah tersebut membuat kang bahlul dkk
sangat senang. Mereka mengira kini abah tak akan berani lagi memarahi mereka.
Dan pada malam berikutnya, mereka mngulangi hal yang sama, kali ini dengan
lebih berani dan terang-terangan tanpa takut di marahi. Tapi baru saja saja
kang bahlul memanjat, tiba-tiba punggungnya di pukul dengan sebuah tongkat
rotan. Meski tidak besar, tapi “panasnya” tetap terasa. Ternyata abah memang
sudah menunggu mereka dari tadi di situ, abah sengaja duduk di kegelapan agar mereka
tidak tahu keberadaanya.
Tentu saja kang bahlul teriak karena merasa terkejut dan
kesakitan.. ketika dia tahu yang memukul itu kyai mereka, dia pun bertanya
dengan nada sedikit protes.
“Bah.. kenapa mukul punggung saya bah? Kan sakit bah,,”.
Kata kang bahlul sambil meringis dan mengusap pungungnya yang “panas” itu.
“Siapa yang memukul punggung mu lul? Akau Cuma memukul
punggung milik Allah. Karena semua hal di dunia ini milik Allah. Dan tadi aku
juga sudah minta izin sama Allah. Dan aku tadi minta izin mau memukul punggung
milik Allah ini berulang-ulang kalau tetap masih bandel..”. kata abah dengan
santainya.
Mendengar perkataan abah, kang bahlul langsung turun dengan
cepat dari pohon jambu. Dan segera lari bersama badrun dan kamso kembali ke
komplek pondok. Kini kang bahlul sadar, bahwa menggunakan pengetahuan untuk hal
yang tidak baik itu adalah kesalahan besar. Dan kini dia juga mulai menyadari,
yang namanya guru pasti memiliki trik untuk mengalahkan kebandelan seorang
murid. Setelah kejadian malam itu, kang bahlul dkk tak berani lagi coba-coba
memetik jambu “milik Allah” di belakang rumah abah. Karena dia takut jika
“punggung milik Allah” kembali di pukul pakai rotan. Hehehe.. ^_^
Story by: Muhammad Rifai
Lucu Banget Ceritanya..............................
BalasHapuslucu banget.................
BalasHapus